​​​​IJN - Jakarta | Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menilai, kenaikan harga tiket pesawat tak bisa dihindari oleh maskapai. Hal ini lantaran telah terjadi kenaikan biaya operasional yang berasal dari harga bahan bakar dan pelemahan nilai tukar rupiah.
JK mengatakan, maskapai menggunakan dolar AS untuk biaya operasional seperti pembayaran pesawat dan pembelian avtur. Sementara, tarif yang dikenakan kepada konsumen menggunakan mata uang rupiah.
"Maka, mau tidak mau harus ada penyesuaian-penyesuaian secara bertahap," kata Jusuf Kalla usai menghadiri Seminar Perhimpunan Organisasi Alumni PTN Indonesia (Himpuni) di Jakarta, Senin (14/1).
Dia menyampaikan, penyesuaian tarif diperlukan agar kondisi keuangan maskapai tetap terjaga. Dia menekankan, apabila maskapai mengalami kerugian terus menerus dan bangkrut tarif tiket pesawat justru bisa menjadi lebih tinggi lantaran akan terjadi monopoli.
"Kita harus hati-hati juga dengan mempertimbangkan dua unsur itu. Unsur konsumen, dan unsur perusahaan," kata Jusuf Kalla.
Sebelumnya, masyarakat dalam satu bulan terakhir ini mengeluhkan tingginya harga tiket pesawat terbang. Indonesia National Air Carrier Association (INACA) mengungkapkan terdapat beberapa penyeban harga tiket pesawat tinggi, namun yang terbesar yaitu aviation turbine fuel (avtur) atau bahan bakar.
"Komponen yang paling besar (menyebabkan harga tiket tinggi) adalah bahan bakar menyumbang 40 sampai 45 persen dari biaya maskapai penerbangan," kata Ketua Umum INACA Ari Askhara dalam konferensi pers di Jakarta, Ahad (13/1).
Meskipun begitu, Inaca saat ini sudah sepakat untuk menurunkan harga tiket pesawat setelah mendapatkan komitmen dari pemangku kepentingan penerbangan. Ari mengatakan maskapai sudah mendapatkan dukungan dari Badan Usaha Milik Negara, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), dan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) untuk menurunkan harga avtur khususnya di Jakarta. (Republika.co.id).