03 Jul 2018 | Dilihat: 810 Kali

Dinas ESDM Aceh Siapkan Draf SK Pencabutan IUP Kolektif untuk 99 Perusahaan Tambang

noeh21
      
IJN | Banda Aceh - Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh segera mempersiapkan draf/konsep Surat Keputusan (SK) Pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) kolektif terhadap perusahaan yang telah berakhir masa berlakunya.


Konsep draf SK pencabutan IUP Kolektif ini nantinya akan diserahkan kepada Biro Hukum Pemerintah Aceh untuk memfinalkan draf tersebut, sehingga bisa diberikan kepada Gubernur Aceh untuk ditandatangani.


Kepala Dinas ESDM Aceh, Mahdinur mengatakan, sejak keluarnya UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, kewenangan terkait persoalan pertambangan sudah beralih ke Provinsi dari sebelumnya menjadi wewenang kabupaten. Sehingga saat ini pihaknya bisa mengevaluasi setiap IUP yang ada di Aceh.


Kemudian, dari hasil evaluasi yang dilakukan, Dinas ESDM Aceh menemukan sebanyak 99 IUP perusahaan sudah berakhir masa berlaku dan sudah dikembalikan, namun banyak perusahaan yang masih memiliki tunggakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) mencapai Rp 41 miliar.


"Sebagaimana amanah dalam UU 4 tahun 2009 tentang pertambangan, mineral dan batubara dalam pasal 121 disebutkan setiap perusahaan telah berakhir masa izinnya itu mempunyai tanggung jawab terhadap tunggkakan hutang PNBP yang belum dibayar," kata Mahdinur dalam diskusi kebijakan informal terkait konsep SK Pencabutan IUP  yang dilaksanakan GeRAK Aceh, Selasa (3/7/2018).


Kata Mahdinur, dari pertemuan ini, Dinas ESDM juga mengajak dinas terkait seperti DLHK, DPMPTSP dan Biro Hukum Pemerintah Aceh untuk membahas draf SK yang sesuai dengan ketentuan hukum supaya nanti jangan ada kesalahan dikemudian hari.


"Kalau Dinas ESDM lebih teknisnya, untuk konsep draf SK tersebut kita berkoordiansi dengan dinas terkait dan Biro Hukum, kita berharap ini cepat selesai," ujarnya. 


Mahdinur menyampaikan, besok pihaknya akan melakukan konfirmasi berapa angka pasti tunggakan PNBP setiap perusahaan ke Kementerian ESDM sehingga nantinya tidak keliru dalam perhitungannya.


Mengingat, lanjut Mahdinur, kewajiban PNBP ini memang dibayarkan ke pusat, dan pusat nantinya baru menyerahkan ke Pemerintah Aceh sebesar 80 persennya.


"Besok kita akan kirim tim untuk bekerja mendapatkan data-data  mengkonfirmasi berapa tunggakan PNBP sebenarnya," tuturnya.


Mahdinur juga menjelaskan, SK kolektif ini dibuat sebagai upaya legalitas untuk menagih tunggakan PNBP dari total 99 perusahaan tambang tersebut.


Dirinya menambahkan, persoalan PNBP ini sangat banyak terjadi di Indonesia, bahkan tunggakannya sudah mencapai Rp 3,6 triliun dari perusahaan yang sudah mati atau sudah berakhir masa IUP nya.


"Dari informasi yang kita dapatkan itu sekitar Rp 3,6 triliun dan diantaranya Rp 41 miliar dari Aceh," tutup Mahdinur.


Sementara itu, Kadiv Advokasi GeRAK Aceh, Hayatuddin Tanjung mengapresiasi langkah yang ditempuh Pemerintah Aceh dalam hal ini Dinas ESDM Aceh karena telah mempunyai niat untuk memeperbaiki tatakelola pertambangan di Aceh.


Menurut Hayatuddin, langkah pemerintah mengeluarkan SK Pencabutan IUP bermasalah secara kolektif tersebut penting dilakukan mengingat banyaknya masalah pertambangan di Aceh seperti besarnya tunggakan kewajiban perusahaan (PNBP) yang belum dibayarkan, dan juga banyak perusahaan yang sudah berakhir masa izinnya.


"SK Pencabutan IUP kolektif tersebut merupakan langkah tepat yang diambil oleh Dinas ESDM Aceh," imbuhnya.


Hayatuddin berharap, proses ini jangan berhenti ditengah jalan, tetapi harus dilaksanakan sampai tuntas hingga PNBP sebesar Rp 41 miliar itu dibayarkan oleh perusahaan kepada negara khususnya Pemerintah Aceh.


"GeRAK akan mengawal terus draf ini, sampai SK Pencabutan itu dikeluarkan oleh Pemerintah Aceh," pungkasnya. (red)
Sentuh gambar untuk melihat lebih jelas