IJN - Banda Aceh | Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh melaporkan kasus dugaan tindak pidana korupsi penggelapan aset di pendopo Wali Kota Subulussalam ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh, Rabu 17 Juli 2019.
Laporan tersebut diterima langsung oleh Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Aceh, Teuku Rahmatsyah, di ruang kerjanya.
Kadiv Advokasi GeRAK Aceh, Hayatuddin Tanjung mengatakan, kasus dugaan penggelapan aset pendopo Wali Kota Subulussalam periode 2014-2019 tersebut diperkirakan telah merugikan negara sebesar Rp 1,5 miliar lebih.
Hayatuddin menyebutkan, dari hasil pemeriksaan dan temuan inspektorat Subulussalam ditemukan sedikitnya ada 17 item aset daerah yang dinyatakan hilang atau sekitar 264 bahan yang tidak diketahui keberadaanya serta tidak dapat dipertangungjawabkan.
"Dari 354 aset yang tersisa, hanya 90 bahan yang masih terlihat, dan 264 aset dinyatakan hilang, karena itu disimpulkan adanya kerugian negara sebesar Rp1,57 miliar," kata Hayatuddin Tanjung saat menyerahkan laporan ke Kejati Aceh.
Hayatuddin menyampaikan, berdasarkan investigasi dan laporan pemeriksaan nilai aset secara keseluruhan sesuai data pengurus yang diambil dari SIMDA Kota Subulussalam adalah sebesar Rp 3,2 miliar lebih.
Tercatat, kata Hayatuddin, aset-aset ini merupakan data keseluruhan yang dibeli menggunakan dana APBK Subulussalam. Dan seluruh peralatan tersebut sebelumnya digunakan untuk kepentingan aset di Pendopo Wali Kota Subulussalam sejak 2014-2019 dibawah pengelolaan mantan Wali Kota Subulussalam, Merah Sakti.
"Hasil pendalaman materi terhadap dugaan tindak pidana dan perbuatan melawan hukum diketahui bahwa kasus ini berpotensi adanya dugaan korupsi atas pengelolaan aset di pendopo Walikota Subulussalam," ujarnya.
Hayatuddin merincikan, sesuai dengan hasil pemeriksaan lapangan tim Inspektorat Kota Subulussalam ditemukan fakta bahwa aset
di ruangan pendopo tidak berada pada posisinya.
Artinya, aset seperti AC, sofa, meja rapat, kursi, tempat tidur, tikar atau ambal, televisi dinyatakan hilang dan tidak ditemukan lagi dipendopo Walikota.
"Fakta ini menunjukan bahwa adanya upaya dari pengelola atau pihak penerima barang melakukan upaya sistematis untuk menghilangkan seluruh aset pendopo Walikota Subulusalam periode 2014-2019," sebutnya.
Kemudian, Hayatuddin menuturkan, selaku kuasa penerima barang dalam hal ini Sekda Pemko Subulussalam, tidak melakukan penertiban aset secara taat azas, sesuai dengan peruntukannya. Akibat dari kelalaian tersebut, negara dirugikan karena diduga adanya unsur kesengajaan untuk tidak menata aset secara baik.
Patut diduga, lanjut Hayatuddin, proses itu dinilai bagian dari pembiaran para pihak terhadap aset negara yang hilang. Karena secara prosedur itu merupakan bagian dari tanggungjawab yang diemban sesuai jabatan dan kewenangannya.
Tak hanya itu, GeRAK juga menduga bahwa mantan Walikota Subulussalam periode 2014-2019 telah melakukan upaya tindakan melawan hukum secara sengaja dan terencana menghilangkan atau menghancurkan aset negara secara bersama-sama dengan pihak lain.
"Patut diduga yang bersangkutan merencanakan perbuatan menguasai aset yang sebelumnya dikuasai
secara legal, dan fakta ini dibuktikan atas ditemukan kerugian hilangnya aset daerah sesuai temuan inspektorat sebesar Rp 1,5 miliar," tutur Hayatuddin.
Karena itu, GeRAK berharap Kejati Aceh segera mengungkapkan kasus ini sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Apalagi perkara seperti itu sangat langka terjadi di Aceh.
"Kami menduga ada tiga aktor utama yang terlibat dalam kasus penggelapan aset ini. Untuk itu kita harapkan Kejati Aceh dapat mengusut tuntas," pungkas Hayatuddin.