27 Nov 2018 | Dilihat: 1012 Kali
Jaringan Advokasi Rakyat Indonesia Preperadilankan Kejaksaan Agung
Foto: Safaruddin usai mendaftarkan Permohonan Praperadilan terhadap Kejaksaaan Agung di PN Jakarta Selatan
IJN - Jakarta I Ketua Jaringan Advokasi Rakyat Indonesia (JARI), Safaruddin, mendaftarkan permohonan praperadilan terhadap Kejaksaan Agung RI terkait dengan Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan dalam perkara penyidikan kasus pengadaan terminal gas apung Float Storage Regassification Unit (FSRU) Lampung senilai US$400 juta pada 2011 di PT Perusahaan Gas Negara yang diduga merugikan negara sebesar US$ 250 juta (Rp 3,24 triliun) yang di tangani oleh Kejaksaan Agung sejak tahun 2016 lalu, Selasa 27 November 2018.
Kasus ini berawal dari laporan Energy Watch Indonesia yang menduga adanya penyimpangan dana proyek pengadaan terminal gas apung (Floating Storage and Regasification Unit/FSRU) di Lampung pada tahun 2011. Sedangkan kegiatan proyek itu berlangsung hingga tahun 2014.
Setelah itu PT PGN mulai menjual gas untuk memenuhi kebutuhan pembangkit listrik Muara Tawar di Bekasi. Namun kontrak jual-beli gas itu terhenti sejak Januari 2016 lalu hingga membuat fasilitas menjadi mangkrak. Meski begitu, PGN terus membayar biaya operasional fasilitas tersebut sehingga dinilai telah menimbulkan kerugian negara.
Pada awalnya, FSRU hendak dibangun di kawasan Belawan, Medan, Sumatera Utara, pada 2011 silam. Namun, Menteri Badan Usaha Milik Negara kala itu, Dahlan Iskan, mengganti proyek FSRU dengan revitalisasi kilang oleh PT Pertamina.
Pada 2012, proyek FSRU pun dipindahkan ke Lampung dan pengerjaannya selesai dua tahun kemudian. Kemudian, pada 2014 PGN mulai menjual 40,5 juta kaki kubik gas per hari ( Million Standard Cubic Feet per Day/MMSCFD) dari FSRU Lampung ke PLN untuk dialirkan ke Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap Muara Tawar di Bekasi.
Namun, kontrak jual-beli gas dengan harga US$ 18 per MMBtu tersebut tidak dilanjutkan sejak Januari tahun 2016. Tetapi, sejak kerjasama usai, PGN terus membayar biaya sewa dan operasional FSRU. Selain kerugian pembayaran biaya sewa dan operasional FSRU, Energy Watch Indonesia juga menilai investasi menara sandar kapal senilai US$ 100juta pada FSRU terlalu tinggi harganya.
Kemudian, pembangunan jaringan pipa lepas pantai sepanjang 30 hingga 50 kilometer dari FSRU Lampung ke jaringan transmisi Sumatera Selatan-Jawa Barat, dan fasilitas penjualan pendukung lainnya sebesar US$ 150 juta, dianggap terlalu mahal harganya.
Bahwa berdasarkan informasi dari berbagai media bahwa penyidik sudah mengumpulkan sejumlah dokumen, yakni surat kontrak asli, amandemen kontrak serta surat elektronik dari Hoegh LNG dengan PT Rekayasa Industri, yang menjadi kontraktor pembangun FSRU di Lampung dan sudah ada dua alat bukti dan banyak saksi yang diperiksa oleh tim penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Agung dalam pengungkapan kasus tersebut.
Penyidikan kasus pengadaan terminal gas apung (Floating Storage and Regasification Unit/FSRU) di Lampung pada tahun 2011 telah dilakukan sejak awal tahun 2016 oleh Kejaksaan Agung, bahkan Dirut PT PGN saat itu, Hendi Prio Santoso yang saat ini menjabat Dirut PT Semen Indonesia sempat di cekal oleh Kejaksaan Agung selama enam bulan, namun sampai saat ini penyidikannya tidak pernah di publikasi kepada publik sebagai tanggung jawab kinerja Kejaksaan kepada Publik dalam memberikan informasi pengembangan penanganan kasus korupsi, setidaknya menyampaikan tahapan proses dan para tersangka yang telah di tetapkan dalam penanganan kasus tersebut, oleh sebab itu kami berkeyakinan jika Kejaksaan Agung telah menghentikan penyidikan terhadap perkara tersebut secara diam diam. Oleh karena itu kami mengajukan permohonan praperadilan terhadap Kejaksaan Agung ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, untuk meminta agar Pengadilan memerintahkan Kejaksaan Agung untuk segera melimpahkan perkara tersebut ke Pengadilan. Pendaftaran permohonan di daftarkan oleh Safaruddin dan telah di registrasi di PN Jaksel dengan Nomor 168/Pid.Pra/2018 PN Jak.Sel dan di terima oleh Panitera Muda Pidana Rina Rosnawati, ST, SH.