06 Feb 2019 | Dilihat: 3912 Kali

Korban Salah Tangkap di Aceh Tuntut Negara Ganti Rugi 374 Juta

noeh21
Negara dituntut ganti rugi karena salah tangkap. Foto: IJN
      
IJN - Bireuen | Rasyidin bin Ramli, korban salah tangkap oleh Kepolisian Polres Lhoksemawe, menggugat ganti rugi kepada negara setelah dituntut, ditahan dan diadili tidak berdasarkan peraturan perundang undangan. Rasyidi, merupakan warga Desa Teupok Tunong, Kecamatan Jeumpa Kabupaten Bireuen, yang dituduh telah melakukan tindakan kriminal penipuan dan penggelapan oleh pengadilan.

Ia ditangkap pada 13 September 2017 dan ditahan selama 20 hari terhitung dari 14 September 2017 hingga 03 Oktober 2017 lalu. Ia ditahan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor: Sp.Han/11/IX/2017 Reskrim, dan kemudian untuk kepentingan penyidikan penahanannya oleh kepolisian diperpanjang selama 40 hari kedepan terhitung dari tanggal 4 Oktober 2017 sampai 12 November 2017, berdasarkan surat perintah perpanjangan penahanan Nomor : Sp. Han/11.a/X/2017/Reskrim.

Rasyidi ditempatkan di tahanan Polsek Sawang Karena diduga melakukan Tindak Pidana Penipuan dan Penggelapan sebagaimana dimaksud dalam pasal 378 KUH Pidana Jo Pasal 372 kuh Pidana. Akibat ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili tanpa berdasarkan peraturan perundang-undangan, Rasyidi Bin Ramli (38) menggugat dan menuntut ganti rugi dari negaar sebesar Rp 374 juta. 

Tuntutan ganti rugi tersebut diajukan melalui permohonan pra peradilan (Prapid) dan didaftarkar pada Pengadilan Negeri Lhoksukon hari ini, Rabu 6 Februari 2019, sebagaimana terdaftar dengan perkara Nomor : 01/Pra.Pid/2019/Pn/Lsk, dengan termohon I Kapolres Lhokseumawe, termohon II Kejaksaan Negeri Aceh Utara dan Kementerian Keuangan sebagai turut termohon.

Permohonan tersebut didaftarkan Rizal Saputra SH, salah satu kuasa hukum pemohon dan langsung diterima oleh Abdul Majid selaku Panitera Muda Pidana pada Pengadilan Negeri Lhoksukon. "Setelah perkaranya dilimpahkan ke pengadilan, Rasyidi tetap ditahan oleh pengadilan," kata Sulaiman SH selaku tim kuasa hukum pada Kantor Hukum Rasman Law yang beralamat di Lambaro Aceh Besar.

Dalam persidangan, Jaksa Penuntut Umum, menuntut Rasyidi dijatuhkan pidana selama 2 tahun 6 bulan dikurangi masa penahanan dengan perintah tetap ditahan, akan tetapi berdasarkan fakta persidangan, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Lhoksukon didalam putusannya Nomor : 298/Pid.B/2017/PN-Lsk, Rasyidi Bin Ramli menyatakan terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan oleh jaksa, namun bukan perbuatan pidana, sehingga Majelis Hakim melepaskan Rasyidi dari tuntutan hukum dan memerintahkan Rasyidi dibebaskan dari tahanan segera setelah putusan tersebut diucapkan.

"Kemudian berdasarkan Berita Acara Pengeluaran Tahanan Demi Hukum yang dikeluarkan Kepala Cabang Rutan Lhoksukon dengan Nomor : W1.PAS.20.PK.01.01.01-107, 12 Februari 2018, Rasyidi dibebaskan dari Rutan Lhoksukon dan kembali menghirup udara segar," terang Sulaiman SH yang juga mantan Ketua Umum PB IPPEMAS Sabang.



Tidak mau kalah sampai disitu, Kejaksaan Negeri Lhoksukon mengajukan kasasi terhadap perkara Nomor: 298/Pid.B/2017/PN-Lsk. Kemudian pada 7 November 2018 lalu, Rasyidi menerima Petikan Putusan Mahkamah Agung beserta salinan putusannya yaitu perkara Nomor : 385 K/PID/2018, dengan amar putusan pada intinya menolak permohonan kasasi yang diajukan Kejaksaan Negeri Lhoksukon, sehingga perkaranya menjadi inkracht.

Oleh karena salinan Putusan Mahkamah Agung tersebut belum lewat tenggang waktu 90 hari dan ganti kerugian adalah hak terpidana untuk menuntut imbalan berupa sejumlah uang sebagaimana terdapat dalam Pasal  1 Angka 20 juncto Pasal 95 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), sehingga Rasyidi menuntut negara untuk mengganti kerugian sebesar Rp 374 juta karena telah ditangkap, dan ditahan selama 152 hari serta dituntut dan diadili tanpa berdasarkan aturan hukum yang berlaku sesuai undang-undang.

"Jika dikabulkan, pembayaran ganti kerugian itu nantinya akan dilakukan oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan, dalam jangka waktu 14 hari setelah petikan putusan atau penetapan pengadilan diterima Menteri Keuangan selaku turut termohon di dalam permohonan prapid tersebut, sebagaimana terdapat dalam pasal 11 Peraturan Pemerintah Nomor 92 Tahun 2015 tentang perubahan kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana," pungkas Suilaiman.

Penulis : Rudi H
Editor  : Hidayat S