IJN - Jakarta | Dua orang pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mengalami penganiayaan oleh sejumlah orang saat bertugas di Hotel Borobudur Papua, diperiksa Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya, Rabu 6 Februari 2019.
Pegawai yang diperiksa hari ini adalah Gilang Wicaksono. Ia merupakan salah satu pegawai KPK yang mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan saat menjalankan tugas menyelidiki dugaan korupsi.
Gilang dan rekannya dianiaya saat menghadiri rapat koordinasi Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Papua di Hotel Borobudur, Ahad dini hari, 2 Februari 2019 lalu.
"Iya, benar hari ini diagendakan seperti itu," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono sebagaimana dikutip CNN Indonesia, Rabu 6 Februari 2019. Namun Argo tak membeberkan materi pemeriksaan pegawai KPK itu.
Dikabarkan, Gilang mengaku dipukul ketika mengambil gambar di tengah aktivitas rapat antara Pemerintah Provinsi Papua dengan anggota DPRD Papua di Hotel Borobudur, Sabtu 2 Februari 2019.
Sejumlah peserta rapat kemudian menghampiri kedua pegawai KPK tersebut dan mempertanyakan identitas keduanya, saat diketahui seorang pegawai KPK sedang melaksanakan tugas, kemudian keduanya dipukuli hingga terluka.
Serunya, setelah KPK melaporkan insiden tersebut ke Polda Metro Jaya, Ahad 3 Februari, Pemprov Papua malah melaporkan balik pegawai KPK atas tuduhan pencemaran nama baik. Dari ponsel pegawai KPK yang sempat diperiksa pihak Pemprov, terdapat pesan terkait salah satu pejabat akan melakukan tindakan suap saat rapat tersebut.
"Isi pesan WhatsApp telapor sempat dibaca. Ada kata-kata yang berisi akan ada penyuapan yang dilakukan Pemprov Papua. Faktanya tidak ada penyuapan," kata Argo.
Atas dasar itulah Pemprov Papua melaporkan balik ke Polda Metro Jaya, Senin 4 Februari dengan nomor laporan LP/716/II/2019/PMJ/Dit.Reskrimsus. Pata terlapor dijerat dengan Pasal 27 ayat (3) Jo Pasal 45 Ayat (3) dan Pasal 35 Jo Pasal 51 Ayat (1) UU RI No 19 Tahun 2016 Tentang ITE.
Terkait laporan itu, KPK menilai institusi negara atau daerah tidak dapat menjadi korban dalam pasal pencemaran nama baik yang diatur dalam UU ITE atau KUHP. Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan tindak pidana pencemaran nama baik merupakan delik aduan atau hanya bisa diproses atas laporan orang yang dirugikan.
"Menjadi pertanyaan hukum juga, apakah institusi negara atau daerah dapat menjadi korban dalam artian penerapan pasal pencemaran nama baik seperti yang diatur di UU ITE atau KUHP? Bukankah aturan tersebut merupakan delik aduan?" demikian jelas Febri dalam keterangan tertulis sebagaimana dikutip CNNIndonesia, Selasa 5 Februari 2019 (kemarin).
Penulis : Hidayat S
Sumber : CNN Indonesia