IJN - Jakarta | Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri akan mengubah strategi dalam hal penindakan di lembaga antirasuah. Strategi ini diyakini Firli akan membuat pelaku dugaan tindak pidana korupsi tidak bisa lepas dari jerat hukum.
"Ke depan, jika penyidikan sudah peroleh bukti yang cukup, tersangka akan langsung ditangkap dan ditahan, baru diumumkan. Ini agar tersangka tidak punya waktu untuk melarikan diri atau menghilangkan barang bukti," ujar Firli kepada Liputan6.com, Sabtu 9 Mei 2020.
Strategi ini sudah diperlihatkan Firli saat menjerat Ketua DPRD Muara Enim Aries HB dan eks Kepala Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Sumatera Selatan Ramlan Suryadi. Mereka dijerat dalam kasus suap proyek di Pemerintah Kabupaten Muara Enim.
Aries HB dan Ramlan lebih dahulu dijadikan tersangka oleh KPK. Usai ditetapkan tersangka, kemudian kedua orang itu ditangkap tim penindakan dan diseret ke markas antirasuah. Setelah diperiksa di markas antirasuah, barulah pimpinan KPK mengumumkan status tersangka mereka ke publik.
Strategi ini tidak pernah dilakukan oleh pimpinan KPK sebelumnya. Selain itu, saat mengumumkan ke publik, para tersangka juga dihadirkan dengan mengenakan rompi tahanan berwarna oranye.
"Saya terus mengulang, bahwa langkah pengumuman tersangka dengan metode penangkapan dan bukti yang kuat adalah memberikan kepastian hukum, rasa keadilan, profesionalisme dan akuntabilitas," kata Firli.
Tterpisah, KPK berharap para kepala daerah dan pengambil kebijakan tidak main-main dengan dana bantuan sosial (bansos) terkait virus corona Covid-19.
Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan meminta kepala daerah tidak ragu menggunakan dana tersebut selama dalam koridor yang benar. Pahala tak mau lantaran adanya isu korupsi malah menghambat penyaluran dana bansos kepada masyarakat.
"KPK tidak mau karena ada isu korupsi, terjadi perlambatan penyaluran bansos itu," ujar Pahala dalam diskusi daring bersama Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Wali Kota Bogor Bima Arya, Sabtu (9/5).
Meski demikian, Pahala tak memungkiri jika sebuah kasus korupsi baru terlihat usai hajat besar terjadi. Seperti di masa pandemi Covid-19 ini, Pahala berharap usai pemerintah menanggulangi virus ini, tim lembaga antirasuah tak menemukan adanya tindak pidana korupsi.
"Biasanya memang habis hajatan besar, belakangan kasusnya baru muncul, nah kita khawatir akan begitu nantinya. Maka kita fokus pada relokasi anggaran, hampir 50 persen hanya untuk penanggulangan dampak Covid," kata Pahala.
Pahala menyebut, demi tak ditemukan kasus tindak pidana korupsi di kemudian hari, maka tim pencegahan KPK berupaya maksimal membantu para kepala daerah dan pemerintah daerah untuk melakukan kajian yang baik terkait dana bansos Covid-19.
Pahala menyebut, sejak virus corona ini muncul, barulah ketahuan bagaimana buruknya data penerima bansos. Maka dari itu, KPK menyatakan siap membantu melakukan kajian lebih dalam agar bansos tepat sasaran.
"Jadi kita pikir permasalahan itu membuka banyak hal yang harus kita lakukan ke depan agar penyaluran itu tak terganggu akibat masalah itu. Jadi, KPK ingin sekali, jangan para pengambil keputusan ini sampai ada masalah, di samping itu, di KPK kita juga enggak tutup mata nih soal masalah bansos," kata Pahala.
Selain masalah bansos, Pahala juga menyebut banyak permasalahan di sektor kesehatan. Banyak pihak yang harus dijerat lembaga antirasuah lantaran memanfaatkan sektor kesehatan untuk kepentingan pribadi maupun golongan.
"Kalau sektor kesehatan pasti menyasar ke sektor pengadaan. Nah di sektor ini paling banyak terdapat beberapa masalah yang timbul. Oleh karena itu di tengah pandemi ini tim gabungan pencegahan dan penindakan ini rutin membantu tiap Pemda agar dapat lakukan hal yang tepat sasaran," kata Pahala.
Merdeka