IJN - Banda Aceh | Perusahaan minyak dan gas PT Medco E&P Malaka melalui dana CSR membuat program pemberdayaan terhadap masyarakat dengan program Padi Sri, Tanaman Obat Keluarga (TOGA) Sayuran Organik (SORGA). Tapi, program tersebut saat ini terlihat terbengkalai.
Seperti disampaikan Akademisi Unaya Usman Lamreueng, kepada Media INDOJAYANEWS.COM, Selasa malam 7 Juli 2020, program yang harusnya mampu memberdayakan ekonomi masyarakat itu, saat ini hanya menyisakan papan nama di Gampong (desa) Blang Nisam Kecamatan Indra Makmu Kabupaten Aceh Timur.
Menurut informasi yang diterima Media INDOJAYA, program tersebut dilaksanakan pada tahun 2016/2017. Kebun yang diharapkan sebagai kebun TOGA serta SORGA itu bahkan terlihat tidak diurus dengan baik, sehingga dipenuhi semak belukar.
Awalnya, PT Medco menunjuk Yayasan Aliksa Consultan CRS/Bogor, sebagai pendamping program tersebut. Setelah gagal di Desa Blang Nisam pada 2016/2017), kemudian Yayasan Aliksa kembali melaksanakan pendampingan di Desa Alue Itam pada tahun 2018/2020, dan dalam kegiatan perencanaannya tanpa melibatkan partisipasi warga sebagai penerima manfaat," ungkap Usman Lamreung.
Usman juga membeberkan, program Padi Sri Organik, Sayuran Organik, dan Tanaman Obat Keluarga bukan usulan warga setempat. Ketiganya adalah program Yayasan Aliksa dan disebut tidak memberi keuntungan kepada petani.
Mengherankan lagi, kata Usman Lamreung, di papan nama tidak tertulis nomor kontrak kerjasamanya antara consultan dengan PT Medco. "Nilai kontrak dan tanggung jawab consultan sejauh mana, biasa setiap ada pekerjaan dan program di masyarakat jelas kontrak, nilai dan batas waktu," ujarnya.
Kata Usman Lamreung, berdasarkan hasil wawancara dengan sejumlah petani di daerah itu, kendala pada program tersebut antara lain; Pendapatan dari hasil panen tidak mampu membiayai biaya operasional, kegiatan ini diakui sebagai kegiatan sampingan sehingga jika musim tanam padi kegiatan ini ditinggalkan, dan pagar dibuat seadanya sehingga gampang rusak.
Dari penjelasan para petani tersebut, Usman Lamreung menyimpulkan, bahwa semangat/ kekompakan menurun (pengakuan salah satu anggota dikarenakan pendamping sudah tidak ada). Kemudian, laba dari hasil panen tidak cukup menjanjikan sehingga dijadikan kegiatan sampingan saja.
"Dan belum ada manajemen tanam, karena tanah seluas tiga (3) Rante ditanami berbagai macam jenis sayur, namun tidak cukup memenuhi permintaan pasar," ucapnya.
Mantan pekerja pada BRR Aceh-Nias ini menganggap, apa yang disampaikan oleh para petani tidak berbanding lurus dengan apa yang dilaporkan PT Medco kepada BPMA, sehingga dinilai PT Medco sangat berhasil melaksanakan program-program CSR di Blok A, sampai program tersebut mendapatkan penghargaan dari Pemerintah Aceh.
Atas nama Pemerintah Aceh yang diwakili oleh Asisten II, Pemerintah Aceh Bidang Perekonomian dan Pembangunan, Teuku Ahmad Dadek menyerahkan penghargaan PADMA Award kepada VP Operation Onshore Medco E&P, Arif Rinaldi, pada 7 Desember 2019 lalu, di Banda Aceh.
"Dari masalah program tersebut, kami sangat meragukan kesahihan hasil monitoring yang dilakukan oleh BPMA terkait program-program CSR yang dilakukan PT Medco. Seharusnya BPMA tidak hanya menerima hasil laporan saja, tapi perlu juga investigasi dan mencroscek kelapangan," kata Usman.
Bukan itu saja, Usman juga meminta BPMA untuk lebih sering melakukan koordinasi dan monitoring terhadap berbagai program CSR, apakah sudah tepat sasaran atau belum. "Jangan berdiam diri di Banda Aceh saja, sesekali turun ke lapangan, jangan hanya tunjangan saja yang besar, namun harus ada riward yang berbanding lurus dengan ouput kinerja, khususnya wilayah tanggungjawabnnya," tegasnya.
"Banyak sekali isu berkembang, diantaranya isu CSR tidak tepat sasaran, pengelolaan tenaga kerja, masalah lingkungan dan sebagainya. Kemudian yang menjadi pertanyaan adalah, kenapa PT Medco tidak berdayakan pendamping (konsultan) lokal, mengapa harus program Padi Sri, Sorga, dan Toga? Apakah karena Yayasan Aliksa hanya ekspert di program tersebut?," tanya Usman menutup pernyataannya.(R)